Alkhamdulillahi robbil 'alamiin, washsholatu wassalamu 'ala asrofil anbiya'i wal mursalin, sayyidina wamaulana Muhammadin shlolallohu 'alaihi wassallam, wa'ala alihi washohbihi wa azwazihi wa dhurriyatihi wa ahli baitihi ilkirom ajma'in.
Ashadu anlaa ilaaha illa allah wa ashadu anna muhammadarrosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam.
Saudaraku, mari kita bersama - sama meningkatkan Iman dan taqwa kita kepada Allah SWT dalam setiap langkah yang kita lalui di sisa kehidupan ini, semoga Allah SWT senantiasa menolong kita agar senantiasa berada di jalan yang diridhoiNya, dan tentunya semoga akhir hayat kita semua khusnul khotimah.
Amma ba'du
Pada kesempatan awal ini saya ingin menyampaikan bab pertama dalam kitab Al Adzkar yang disusun oleh Syeikhul Islam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An Nawawi atau yang lebih masyur dengan panggilan Imam An Nawawi. Imam An Nawawi dilahirkan di desa Nawa, wilayah damaskus (ketika itu) pada bulan Muharam tahun 631 hijriyah, selama hayatnya ia menyumbangkan seluruh kehidupannya untuk ilmu pengetahuan sampai ia meninggal dunia pada tanggal 24 rajab tahun 676 hijriyah, Ia berpulang ke rahmatulloh tanpa meninggalkan keturunan karena tidak pernah menikah sebelumnya.
Ketertarikan saya untuk memuat isi kandungan kitab Al Adzkar dikarenakan termasuk salah satu kitab pegangan saya yang diperoleh dan mendapat ijasah dari KHR. Abdussalam, beliau merupakan Mursyid Thoreqoh Al Mujadaddiyah An Naqsyabandiyah Al Kholidiyah yang bertempat di Sokaraja Banyumas, menurut saya kitab tersebut sangat lengkap untuk bekal kita dalam menjalankan syariat Islam dengan Baik.
Allah SWT berfirman :
"Mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah kepada Allah SWT dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama, lagi dengan lurus...." QS. Al Bayyinah {98} : 5
"Tidak sampai kepada Allah SWT daging dan darahnya (korban), melainkan yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan dari kamu...."
Menurut Ibnu Abbas r.a., makna ayat tersebut bahwa yang sampai kepada Allah SWT adalah niatnya.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a., Rasulullah SAW bersabda :
"Perbuatan itu tergantung pada niatnya dan tiap-tiap orang (beramal) menurut niatnya. Barangsiapa dalam berhijrah menuju kepada (keridhaan) Allah SWT dan Rasul-Nya maka balasan hijrahnya mendapat keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa berhijrah untuk (mencari kepentingan) dunia, ia dapatkan dunia itu, atau untuk (mendapatkan) seorang wanita, ia pun menikahinya, maka (balasan) hijrahnya (ia dapatkan) menurut (niat) hijrah yang ia lakukan."
Hadis ini merupakan salah satu hadist yang menjadi dasar hukum dalam Islam. Ulama-ulama salaf dan khalaf sangat senang memulai karangan-karangan mereka dengan mengutip hadis ini, untuk mengingatkan para pembaca betapa pentingnya meluruskan niat.
Kepada kami diriwayatkan dari Imam Abu Sa'id Abdur Rahman bin Mahdi, ia berkata :
"Barangsiapa mengarang atau menulis sebuah kitab, hendaklah dimulai dengan mengutip hadis ini."
Imam Abu Sulaiman Al - Khatahthabi menyatakan :
"Guru-guru kami senang sekali mengemukakan hadist-hadist ini pada tiap-tiap permulaan suatu pekerjaan yang ada hubungannya dengan agama."
Kami terima sebuah atsar dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata :
"Seseorang hanya mendapat pemeliharaan (amal) menurut niatnya."
Ada lagi yang mengatakan :
Bahwasanya diberikan kepada manusia (balasan amal mereka) menurut ukuran niat mereka."
Diriwayatkan kepada kami dari Abu Ali Fudhail bin 'Iyadh :
"tidak beramal lagi karena manusia adalah riya. beramal karena manusia adalah syirik. Apabila kamu beruntung mendapat pemeliharaan Allah dari keduanya, itulah namanya ikhlas."
Imam al-Harits al-Muhasibi mengatakan :
"Orang yang benar itu ialah yang tidak mempedulikan setiap penghormatan yang bersemi di hati umat manusia yang ditujukan kepadanya : Hal ini adalah karena kesuciannya. ia tidak senang diketahui orang kebaikannya walaupun yang sekecil-kecilnya dan tidak benci bila dikoreksi kejelekan amalnya oleh orang lain."
Dari Hudzaifah al-Masr'asyi, ia mengatakan :
"Ikhlas ialah kesamaan perbuatan hamba baik lahir ataupun batin."
Diriwayatkan kepada kami dari Abul Qasil al-Qusyairi :
Ikhlas ialah sengaja mengesakan Allah dalam beribadah. Dengan beribadah itu ia maksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukar karena lainnya, seperti berbuat sesuatu karena makhluk, berbuat kebaikan yang terpuji di sisi manusia, suka dipuji atau lain-lainnya yang bukan takarub kepada Allah."
Abu Muhammad Sahal bin Abdullah al-Tastari menjelaskan :
"Para akyas (cendekiawan) dalam menafsirkan ikhlas tidak lebih daripada ini. Yaitu gerak dan diamnya, ditengah kesepian atau di tengah ramai hanya karena Allah ta'ala. Tada bercabang dua dengan kehendak nafsu, keinginan diri dan keinginan keduniaan."
Diriwayatkan kepada kami dari Abu Ali ad-Daqqaq :
Ikhlas ialah memelihara diri dari ingin diperhatikan makhluk. Sedangkan siddiq (benar) itu ialah menyucikan diri dari memenuhi kehendak nafsu."
Orang yang ikhlas tidak ditemukan riya didalam dirinya dan orang yang siddiq (benar) itu tidak akan ditemukan adanya kesombongan dalam dirinya."
Dzun Nun al-Mishra mengatakan :
"Alamat ikhlas itu ada tiga, pertama ujian dan celaan otang sama saja bagi dirinya. Kedua, tidak riya dalam beramal ketika ia sedang melaksanakan amal itu. Ketiga, amal yang ia lakukan hanya mengharap pahala di akhirat."
Diriwayatkan kepada kami dari al-Qusyairi :
"Sifat siddiq (benar) dalam batas minimal ialah adanya kesamaan dalam beramal baik ditengah kesepian ataupun di tengah orang ramai."
Dari Sahal al-Tastari :
"Tidak pernah merasakan arti kebenaran seorang hamba yang takabur dengan dirinya."
Sampai disini saja saya kira cukup untuk orang yang menempuh jalan kebaikan pada tahap permulaan. Sebenarnya masih banyak lagi Aqwal (Petuah-petuah ulama) yang berkenaan dengan pasal ini.
Robbana taqobbal minna innaka antas sami'ul 'alim watub 'alaina innaka antat tawabur rahiim, Robbana atina fidun-ya khasanatha wafil akhiroti khasanatha waqina 'adza bannaar, Washolallohu 'ala sayyidina muhammadin wa'ala alihi washohbihi wassallam, Subhana robbika robbil 'izati 'ama yasifun wasalamun 'alal mursalin walhamdulillahi robbil 'alamiin. Al fatikhah....
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Allah SWT berfirman :
"Mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah kepada Allah SWT dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama, lagi dengan lurus...." QS. Al Bayyinah {98} : 5
"Tidak sampai kepada Allah SWT daging dan darahnya (korban), melainkan yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan dari kamu...."
Menurut Ibnu Abbas r.a., makna ayat tersebut bahwa yang sampai kepada Allah SWT adalah niatnya.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a., Rasulullah SAW bersabda :
"Perbuatan itu tergantung pada niatnya dan tiap-tiap orang (beramal) menurut niatnya. Barangsiapa dalam berhijrah menuju kepada (keridhaan) Allah SWT dan Rasul-Nya maka balasan hijrahnya mendapat keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa berhijrah untuk (mencari kepentingan) dunia, ia dapatkan dunia itu, atau untuk (mendapatkan) seorang wanita, ia pun menikahinya, maka (balasan) hijrahnya (ia dapatkan) menurut (niat) hijrah yang ia lakukan."
(Hadist Sahih yang disepakati oleh ulama ahli hadist)
Kepada kami diriwayatkan dari Imam Abu Sa'id Abdur Rahman bin Mahdi, ia berkata :
"Barangsiapa mengarang atau menulis sebuah kitab, hendaklah dimulai dengan mengutip hadis ini."
Imam Abu Sulaiman Al - Khatahthabi menyatakan :
"Guru-guru kami senang sekali mengemukakan hadist-hadist ini pada tiap-tiap permulaan suatu pekerjaan yang ada hubungannya dengan agama."
Kami terima sebuah atsar dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata :
"Seseorang hanya mendapat pemeliharaan (amal) menurut niatnya."
Ada lagi yang mengatakan :
Bahwasanya diberikan kepada manusia (balasan amal mereka) menurut ukuran niat mereka."
Diriwayatkan kepada kami dari Abu Ali Fudhail bin 'Iyadh :
"tidak beramal lagi karena manusia adalah riya. beramal karena manusia adalah syirik. Apabila kamu beruntung mendapat pemeliharaan Allah dari keduanya, itulah namanya ikhlas."
Imam al-Harits al-Muhasibi mengatakan :
"Orang yang benar itu ialah yang tidak mempedulikan setiap penghormatan yang bersemi di hati umat manusia yang ditujukan kepadanya : Hal ini adalah karena kesuciannya. ia tidak senang diketahui orang kebaikannya walaupun yang sekecil-kecilnya dan tidak benci bila dikoreksi kejelekan amalnya oleh orang lain."
Dari Hudzaifah al-Masr'asyi, ia mengatakan :
"Ikhlas ialah kesamaan perbuatan hamba baik lahir ataupun batin."
Diriwayatkan kepada kami dari Abul Qasil al-Qusyairi :
Ikhlas ialah sengaja mengesakan Allah dalam beribadah. Dengan beribadah itu ia maksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukar karena lainnya, seperti berbuat sesuatu karena makhluk, berbuat kebaikan yang terpuji di sisi manusia, suka dipuji atau lain-lainnya yang bukan takarub kepada Allah."
Abu Muhammad Sahal bin Abdullah al-Tastari menjelaskan :
"Para akyas (cendekiawan) dalam menafsirkan ikhlas tidak lebih daripada ini. Yaitu gerak dan diamnya, ditengah kesepian atau di tengah ramai hanya karena Allah ta'ala. Tada bercabang dua dengan kehendak nafsu, keinginan diri dan keinginan keduniaan."
Diriwayatkan kepada kami dari Abu Ali ad-Daqqaq :
Ikhlas ialah memelihara diri dari ingin diperhatikan makhluk. Sedangkan siddiq (benar) itu ialah menyucikan diri dari memenuhi kehendak nafsu."
Orang yang ikhlas tidak ditemukan riya didalam dirinya dan orang yang siddiq (benar) itu tidak akan ditemukan adanya kesombongan dalam dirinya."
Dzun Nun al-Mishra mengatakan :
"Alamat ikhlas itu ada tiga, pertama ujian dan celaan otang sama saja bagi dirinya. Kedua, tidak riya dalam beramal ketika ia sedang melaksanakan amal itu. Ketiga, amal yang ia lakukan hanya mengharap pahala di akhirat."
Diriwayatkan kepada kami dari al-Qusyairi :
"Sifat siddiq (benar) dalam batas minimal ialah adanya kesamaan dalam beramal baik ditengah kesepian ataupun di tengah orang ramai."
Dari Sahal al-Tastari :
"Tidak pernah merasakan arti kebenaran seorang hamba yang takabur dengan dirinya."
Sampai disini saja saya kira cukup untuk orang yang menempuh jalan kebaikan pada tahap permulaan. Sebenarnya masih banyak lagi Aqwal (Petuah-petuah ulama) yang berkenaan dengan pasal ini.
Robbana taqobbal minna innaka antas sami'ul 'alim watub 'alaina innaka antat tawabur rahiim, Robbana atina fidun-ya khasanatha wafil akhiroti khasanatha waqina 'adza bannaar, Washolallohu 'ala sayyidina muhammadin wa'ala alihi washohbihi wassallam, Subhana robbika robbil 'izati 'ama yasifun wasalamun 'alal mursalin walhamdulillahi robbil 'alamiin. Al fatikhah....
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Tidak ada komentar:
Posting Komentar